Kamis, 13 November 2014

Perkembangan Berbagai Paham bagi Bangsa Asia-Afrika dalam Melawan Imperialisme Barat


Manusia adalah makhluk yang berpikir. Itu adalah salah satu ungkapan yang menggambarkan sifat dasar manusia. Manusia melakukan kegiatan berpikir dikarenakan banyak hal, salah satunya adalah ketika manusia dihadapkan pada suatu tantangan.

Selaras dengan teori respons and challenge yang dikemukakan Arnold Toynbee bahwa sebuah masyarakat yang tinggal di sekitar sungai selalu dihadapkan pada tantangan alam (challenge), tantangan tersebut mendorong mereka untuk terus hidup (survive).  Dari adanya tantangan itulah timbul pemikiran untuk menghadapi (response) tantangan tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya tantangan, manusia akan berpikir cara untuk bertahan hidup dan melewatinya.

Pada teori di atas yang dijadikan contoh merupakan masyarakat yang hidup di sungai. Tapi kita juga dapat menggunakan teori tersebut untuk menelaah masyarakat yang hidup pada masa sekarang. Tentu di zaman sekarang kita dapat menemukan berbagai tantangan, baik itu yang diberikan oleh lingkungan alam maupun lingkungan lainnya seperti lingkungan sosial maupun budaya. Melihat tantangan yang dihadapkan pada zaman ini tentunya berbeda dengan tantangan pada zaman dulu. Pada zaman sekarang, kita bisa melihat sendiri tantangan-tantangan yang mengambil bentuk sebagai masalah, baik masalah dalam skala kecil, maupun besar, baik masalah dalam aspek sosial, teknologi, politik, ekonomi, moral, dan lain sebagainya. Untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut diperlukan berbagai macam cara pemecahan masalah. Tapi, pada dasarnya, untuk menyelesaikan suatu masalah hal yang pertama harus dilakukan adalah berpikir.

Masyarakat pada masa lalu pun melakukan hal yang sama dengan kita, yaitu berpikir untuk menyelesaikan masalahnya. Seperti yang dilakukan orang-orang Dravida untuk mengatasi banjir di Sungai Indus, juga orang-orang Eropa yang berusaha berpikir mencari jalan keluar dari permasalahan pelik ekonomi maupun politik ketika Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Usmani. Maka orang-orang pada masa kolonialisme dan imperialisme pun melakukan hal yang serupa, yaitu berpikir.

Anda sekalian tentunya sudah mengetahui bagaimana latar belakang adanya kolonialisme dan imperialisme barat di Indonesia, hingga bagaimana dampaknyabaik untuk masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia lainnya. Pada bab sebelumnya, kita sudah membahas bagaimana dampak kolonialisme dan imperialisme barat dari berbagai sisi untuk masyarakat Indonesia. Pada masyarakat duniakhususnya masyarakat Eropa, adanya kolonialisme dan imperialisme di kawasan Asia-Afrika ini memunculkan paham-paham baru.

source: google.com
Paham-paham baru ini antara lain liberalisme, sosialisme. Paham-paham ini muncul ketika bangsa Asia dan Afrika tengah berada dalam penjajahan. Hal ini juga tentu selaras apabila dikaitkan kembali dengan teori respons and challenge-nya Arnold Toynbee tadi, dimana dengan adanya penjajahan dari Bangsa Eropa, maka baik bangsa-bangsa di Asia dan Afrika maupun di Eropa sama-sama berpikir. Untuk Bangsa Eropa sendiri, khususnya dari mereka yang merupakan kalangan akademisi, dari proses berpikir panjang itulah akan munculnya suatu paham yang pada perkembangannya akan menumbuhkan nasionalisme terhadap bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Berikut akan diuraikan satu persatu.


A.    Perkembangan Berbagai Paham

1.                 Liberalisme
Liberalisme atau liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai yang utama. Gerakan ini sangat didukung oleh kaum Borjuis, yaitu suatu kelompok pedagang yang hidup di kota. 
Di bawah ini adalah nilai-nilai pokok liberalisme:
    1. Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
        2. Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya. Maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuandimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.(Treat the Others Reason Equally.).
            3. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual).
                4. Pada bidang politik, liberalisme memengaruhi masyarakat dan mendukung paham demokrasi dan nasionalisme.
                    5. Pada bidang agama, individu memiliki hak dalam menentukan kepercayaannya.
                        John Locke. source: google.com













                       6. Di bidang ekonomi, kepemilikan swasta memiliki peranan penting. Sementara itu, peran pemerintah dalam ekonomi liberal ini adalah untuk mengatur dan menjaga keseimbangan pasar bebas, produksi bebas, dan perdagangan bebas.
                        Tokoh-tokoh lainnya yang menganut paham ini adalah Adam Smith, John Locke dan Martin Luther.



                        2. Sosialisme
                        Karl Marx. (sumber google.com)
                              










                          

                        Sosialisme adalah sistem sosial dan ekonomi yang ditandai dengan kepemilikan sosial dari alat-alat produksi dan manajemen koperasi ekonomi, serta teori politik dan gerakan yang mengarah pada pembentukan sistem tersebut. "Kepemilikan sosial" bisa merujuk ke koperasi, kepemilikan umum, kepemilikan negara, kepemilikan warga ekuitas, atau kombinasi dari semuanya. Pada intinya, paham ini menolak adanya kepemilikan secara perorangan. Sosialisme lahir dan berkembang dengan pesat pasca Revolusi Industri dimana saat itu muncul kelas-kelas baru seperti pemilik modal, majikan dan buruh. Gerakan atau paham yang pada awalnya ingin merubah kehidupan ke arah yang lebih baik ini ternyata berkembang menjadi beberapa aliran yang berbeda seperti anarkisme, komunisme, marhaenisme, marxisme, dan sindikalisme. Tokoh yang menganut paham ini adalah Robert Owen, Saint Simon, Karl Heinrich Marx dan lain-lain.



                        3. Demokrasi
                                    Demokrasi berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu, demos yang artinya rakyat dan kratios yang berarti pemerintahan. Inti dari paham ini adalah bahwa segala yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, dalam paham ini, hak rakyat diakui sepenuhnya dalam keikutsertaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
                                    Menurut jenisnya demokrasi dapat dibagi menjadi (1) demokrasi terpimpin, (2) demokrasi liberal, dan (3) demokrasi pancasila. Selain itu, dilihat dari cara penyampaian aspirasi rakyat, demokrasi dibagi menjadi (1) langsung dan (2) tidak langsung.


                        4.  Pan-Islamisme
                        Lambang Bulan Bintang. sumber (google.com)
                                 





                           
                         Pan-Islamisme awalnya adalah paham politik yang lahir pada saat Perang Dunia II (April 1936). Awalnya mengikuti paham yang tertulis dalam al-A'mal al-Kamilah dari Jamal al-Din Afghani kemudian berkembang menjadi gerakan perjuangan untuk mempersatukan umat Islam di bawah satu negara Islam yang umumnya disebut kekhalifahan. Namun dalam praktiknya Pan-Islamisme tidak menunjukkan sikap nasionalisme. Hal itu dikarenakan paham ini tidak melihat latar belakang seseorang, tetapi lebih bervisi untuk mempersatukan umat Islam tanpa membedakan bangsa, sifat, dan hal-hal lainnya. Perumus paham ini adalah Jamaluddin al Afgani yang merupakan seorang penulis, filsuf serta jurnalis. Paham ini sendiri berkembang di Turki pada masa Sultan Hamid (1876-1908).
                                    Pan-Islamisme di Turki juga tidak selamanya berdiri. Dengan dihapuskannya kekhalifahan Islam pada 1924, paham ini pun kurang efektif lagi pengaruhnya di daerah Turki. Walaupun begitu, paham ini penyebarannya relatif luas, Pan-Islamisme berkembang di Mesir, Suriah, Yordania, Palestina, Indonesia dan negara lainnya.

                        5. Nasionalisme
                        Paham nasionalisme berkembang dari Eropa dan sejak abad ke-19 menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Nasionalisme diartikan sebagai sikap dari suatu kelompok bangsa yang mempunyai perasaan memiliki kesamaan kebudayaan, bahasa, wilayah, nasib, serta cita-cita dan tujuan. Dengan demikian, kelompok tersebut merasakan adanya kesatuan atau perasaan ‘satu’ yang mendalam terhadap suatu kelompok bangsa tersebut.
                        Negara-negara pemula penganut paham nasionalisme adalah Inggris, Jerman, dan Italia. Tokoh-tokoh Asia yang menjadi pelopor paham nasionalisme antara lain adalah Soekarno dari Indonesia, Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi dari India, Dr. Sun Yat Sen dari Cina, dan lain-lain.


                        A. Nasionalisme Bangsa Asia-Afrika
                        1.  Nasionalisme di Jepang
                        Sebelum ada nasionalisme, keadaan Jepang zaman dahulu begitu kompleks dan feodal. Tidak boleh ada kapal dari luar yang berdagang, namun para pemerintahan shogun membolehkan. Setelah Perjanjian Shimoda, Jepang mulai membuka pelabuhannya untuk berdagang. Hal itu menimbulkan ketidaksukaan dari para samurai yang anti-barat. Mereka kemudian membunuh bangsa asing yang ada dan juga pemerintah Shogun-nya. Pada 1867, pemerintahan dikembalikan pada kaisar setelah sebelumnya dipegang oleh Shogun.
                        Pangeran Mutsuhito sumber google.com
                        Gerakan Nasionalisme Jepang dimulai setelah restorasi yang dilakukan Pangeran Mutsuhito—dengan gelar Meiji. Restorasi yang dijalankan Meiji di antaranya dalam bidang sosial dengan menghapus sistem feodalisme, mengirimkan para pemuda dan pelajar keluar negeriterutama ke negara-negara Barat untuk menimba ilmu di sana. Di bidang ekonomi, Jepang membangun sarana dan prasarana ekonomi, seperti membangun industri-industri, jalan-jalan, jaringan transportasi, dan lain sebagainya.
                        Bidang militer dengan meniru sistem militer Jerman dan Prancis. Selain melakukan gerakan modernisasi sendiri, baik di dalam maupun ke luar, ternyata Jepang mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari Barat untuk membantu pembangunan di Jepang. Karena Jepang memiliki semangat kerja yang tinggi, ulet, dan terampil, maka ilmu orang-orang Barat yang datang tadi dengan cepat dapat dikuasai. Selanjutnya, Jepang mengembangkannya sendiri sampai akhirnya menjadi negara imperialis pada Perang Dunia II.
                        Keberhasilan bangsa Jepang mengadakan restorasi dengan memodernisasi diri dan keberhasilan mengusir bangsa Barat dari dalam negeri dapat memotivasi bangsa-bangsa Asia untuk melakukan hal serupa. Khususnya bagi bangsa-bangsa di Asia yang mengalami penjajahan oleh bangsa barat agar bisa melepaskan diri dari penjajahan. Kemenangan Jepang dalam perang di Manchuria juga menginspirasi bangsa asia lain bahwa ras Asia bisa mengalahkan ras Eropa di medan pertempuran.

                        2.  Nasionalisme di Cina
                        Sebab-sebab timbulnya nasionalisme Cina adalah sebagai berikut:
                        1) Lenyapnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu. Dinasti Manchu yang pernah membawa kejayaan Cina kemudian menjadi pudar setelah kedua kaisar besar (K’ang Hsi dan Ch’ien Lung) meninggal. Akibatnya, lenyap pula kemakmuran Cina.
                        2) Pemerintahan Manchu dianggap kolot dan telah bobrok.
                        3) Adanya korupsi dan pemborosan yang merajalela
                        4) Kekalahan Cina dalam Perang Cina–Jepang I.
                        5) Munculnya kaum intelektual Cina. Mereka telah mengenal paham-paham Barat, seperti liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi. Dari kaum intelektual inilah kemudian muncul cita-cita untuk menggulingkan pemerintahan Manchu.
                        Sun Yat Sen sumber google.com
                        Gerakan nasionalisme Cina dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen. Beliau memiliki suatu ajaran yang bernama San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan). Tiga asas kerakyatan tersebut adalah min t’sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi ), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Dengan asas San Min Chu I, Sun Yat Sen bercita-cita membentuk satu pemerintahan pusat yang demokratis.
                        Pada tanggal 10 Oktober 1911, meletuslah revolusi di Wuchang (Wuchang Day) yang dipimpin oleh Li Yuan Hung. Revolusi itu berhasil menggulingkan kekuasaan Manchu. Itulah sebabnya, tanggal 10 Oktober 1911 kemudian dijadikan Hari Kemerdekaan Cina. Pada tanggal 1 Januari 1912, Sun Yat Sen dipilih sebagai Presiden Cina yang baru. Saat itu, wilayah Cina baru meliputi wilayah Cina Selatan dengan Nanking sebagai ibu kotanya. Sementara itu, Cina Utara diperintah oleh Kaisar Hsuan Tsung (yang masih kanak-kanak) dengan didampingi oleh Yuan Shih Kai. Kaisar Cina Utara itu menyerahkan kekuasaan kepada rakyat Cina (12 Februari 1912). Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Manchu di Cina.
                        Wilayah Cina Selatan dan Cina Utara berhasil dipersatukan. Yuan Shih Kai yang turut menandatangani penyerahan kekuasaan diberi wewenang. Ia pun berambisi besar untuk menjadi presiden. Demi menghindari perang saudara, maka Sun Yat Sen mengundurkan diri dari jabatan presiden (15 Februari 1912) dan menyerahkannya kepada Yuan Shih Kai.
                        Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Kanton pada bulan Agustus 1912 dan mendirikan Partai Kuo Min Tang (nasional) dengan asas San Min Chu I. Sementara itu, setelah Yuan Shih Kai menjadi presiden, ia bertindak diktator seperti kaisar. Pada tahun 1916, Yuan Shih Kai meninggal sehingga memberi kesempatan Sun Yat Sen kembali memimpin Cina Selatan. Di Cina Utara berdiri Partai Kung Chang Tang (komunis) di bawah pimpinan Li Li-san sebagai tandingan Partai Kuo Min Tang. Sun Yat Sen bercita-cita untuk menyatukan seluruh Cina, namun sayang sebelum cita-citanya terwujud dia telah meninggal dunia (1925) dan digantikan oleh Chiang Kai Shek.

                        3.   Nasionalisme di India
                        Mahatma Gandhi. sumber google.com
                        Ketika membahas nasionalisme di India, tentunya kita akan teringat pada seorang tokoh yang bernama Mahatma Gandhi. Beliau adalah seorang pejuang yang tidak menggunakan kekerasan. Dalam memperjuangkan India, beliau memiliki cara sendiri. Berikut akan dipaparkan satu persatu.
                        Pertama adalah konsep Swadesi, yaitu gerakan rakyat India untuk membuat dan memakai bahan buatan dalam negeri sendiri. Kedua, Ahimsa yang berarti melawan tanpa kekerasan (dilarang membunuh). Ketiga adalah Satyagraha. Artinya gerakan rakyat India untuk tidak bekerja sama dengan penjajah (Inggris) sehingga disebut gerakan non-kooperatif dan tidak menggunakan kekerasan. Keempat adalah Hartal, yang artinya berkabung karena ada kejadian yang menyedihkan. Berkabung di sini dimaksud dengan tanda protes (mogok). Mogok ini dilakukan ketika ada ketidakpuasan dari masyarakat. Kelima, yaitu Purnaswaray atau merdeka penuh.
                        Untuk jenis perjuangannya sendiri, India banyak mempunyai gerakan, baik gerakan fisik, keagamaan, pendidikan, kebudayaan, maupun moral. Dimulai dari adanya Pemberontakan Sepoy atau The Indian Mutiny yang dipicu karena adanya perintah untuk menjilat peluru yang telah dilumuri lemak atau gemuk babi. Lalu pada 1885, dibentuknya All Indian National Congress yang menuntut persamaan hak dan pemerintahan sendiri seperti yang diberikan Inggris pada Kanada dan Australia. Keaktifan partai ini untuk meminta kemerdekaan secara penuh selalu ditolak. Pada tahun 1929, golongan nasionalis mendesak diadakannya suatu kongres dan pada 1931, disepakati adanya pemerintahan pribumi yang independen.
                        Pada tanggal 15 Agustus 1947 rakyat mendapatkan status dominion dan berhak mengatur urusan dalam negerinya sendiri. Pada tanggal 26 Januari 1950, negara India mendapat kemerdekaan penuh dengan Nehru sebagai perdana menterinya. Walaupun begitu, setelah perang dunia II, warga muslim dan hindu di India terpecah menjadi dua negara, India dan Pakistan.

                        4.   Nasionalisme di Turki
                        Kekalahan Turki pada Perang Dunia I menyebabkan Turki harus banyak melepaskan daerah yang dulu dalam kekuasaannya. Hal ini mengakibatkan Turki dijuluki The Sick Man From Europe.
                        Mustafa Kemal Pasha. sumber: google.com
                        Gerakan nasional Turki dipelopori oleh Mustafa Kemal Pasha. Sebelumnya terjadi Gerakan Turki Muda yang bertujuan untuk menyelamatkan Turki dari keruntuhan, mengembangkan rasa nasionalisme, dan membulatkan semangat kebangsaan Turki. Adapun Gerakan Turki Muda meliputi hal-hal berikut:
                        1.      Modernisasi Turki, yaitu membangun Turki secara modern.
                        2. Nasionalisme berarti menebalkan rasa kebangsaan Turki sehingga rakyat berjuang mempertahankan Turki dari rongrongan penjajahan.
                        3.    Demokrasi berarti membentuk pemerintahan atas dasar kedaulatan rakyat dengan UUD, sebab keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan memperkukuh negara.
                             Gerakan Turki Muda ini berhasil.Turki berhasil membuat sekutu menandatangani perjanjian Laussane pada 1923 dimana dalam perjanjian itu kedaulatan Turki tetap utuh dan hanya melepaskan daerah di Jazirah Arab. Dalam perkembangannya, Kemal Pasha berpandangan untuk memodernisasi Turki seperti negara-negara barat, atau dalam kata lain, mensekulerkan Turki.
                        Kemal Pasha kemudianmengambil tindakan, antara lain:
                        1. Memproklamasikan Turki menjadi republik pertama dengan Mustafa Kemal Pasha sebagai presidennya pada tanggal 29 Oktober 1923;
                        2. Melaksanakan pemerintahan modern, yakni pengesahan UUD, kota Ankara sebagai ibukota, modernisasi agama, dan dipakainya huruf Latin:
                        3. Modernisasi ekonomi dengan cara mengadakan rencana pembangunan lima tahun;
                        4. Modernisasi pertahanan dan persenjataan.

                        5.   Nasionalisme di Mesir
                        Terusan Suez. sumber google.com
                        Terusan Suez merupakan salah satu jalur pelabuhan yang paling terkenal dan memiliki posisi sentral dalam perdagangan, utamanya dengan Eropa. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila Inggris menginginkannya. Strategi yang digunakan Inggris adalah dengan memberikan pinjaman yang cukup besar dan sulit untuk dibayar pada Mesir. Hal tersebut dijadikan alasan oleh Inggris untuk mengambil Terusan Suez dan bahkan Mesir sendiri. Setelah perang dunia I, Mesir menuntut kemerdekaan kepada Inggris dan pada 1922, Mesir menjadi negara persemakmuran Inggris. Pada 1936, Mesir akhirnya mendapatkan kemerdekaannya yang utuh.










                        0 comments:

                        Posting Komentar